Assalamualaikum Wr. Wb.
Malaikat bertanya pada kita, "Siapa Tuhanmu?"
"Komputer."
Ngeri juga ya ngebayanginnya? Tapi memang itu yang sejujurnya terjadi kepadaku. Setidaknya, sebelum Ramadhan tahun ini tiba.
Sebenarnya topik ini cukup bagus untuk diperbincangkan, terutama karena ia memiliki variabel yang cukup banyak. Ada yang Menyembah Uang, Menyembah Jabatan, Menyembah Pacar, Menyembah Idola, Menyembah.... banyak lagi deh. Tapi yang terjadi padaku adalah, aku diperbudak oleh komputer.
1. Berapa banyak Penyembah Komputer?
Okei. Mari kita adakan survey. Berapa banyak orang yang menyembah komputer, baik secara rela atau terpaksa? Pasti jumlahnya banyak. Anak 12 tahun yang keranjingan Internet dan Blogging? Iya. Seorang anak pecinta game online? Tentu. Seorang administrator web? Pekerja kantoran yang berkutat dengan Word dan Excel? Graphic Designer? Hampir semuanya, tergantung dan menggantungkan dirinya pada Komputer. Masih bersyukur kalau ada yang ingat Allah disela-sela kesibukannya pada sesuatu itu.
Bayangkan, orang-orang di Silicon Valley sana 24/7 bekerja pake komputer. Sekretaris juga. Designer juga. Arsitek juga. Businessman juga. Sampai orang yang "cuma-main-main-doang" aja sekarang mulai tergila-gila dengan komputer. Banyak yang tak bisa hidup tanpanya. Alat mendengarkan musik, berkreasi, kerja, main-main, sampe perbuatan yang dosa kayak nonton bokep dan hacking dkk. bisa dengan mudah dikerjakan sama Komputer.
2. Contoh Kasus : Pemuja Komputer Gila-Gilaan.
Mmm, mari kita ambil contoh yang terburuk deh, si hina-dina-nestapa Wisnu Aryo Setio aja dulu. Ramadhan tahun lalu, aku berhasil khatam Qur'an, dan hampir mencapai titik *kalau kata orang ESQ* God Spot yang terang banget. Aku nangis sambil Shalat! Bayangkan! Waktu itu rasanya aku kecil banget di hadapan Allah. Aku malu.
Tapi apa yang terjadi setelah Ramadhan pergi? Aku berubah. God Spotnya ilang. Pergi. Bayangkan, dalam 1 tahun, aku cuma bisa baca Qur'an sampai 10 juz! Padahal waktunya setahun! Dan yang paling parah, aku mulai beranjak dari rutinitas Shalat. Oh my. Itu adalah penyesalan aku yang terbesar tahun ini. Nyesel rasanya menyia-nyiakan kesempatan untuk Curhat sama Allah selama hampir Setahun. Dan aku nggak yakin bahwa dosa-dosa aku bakalan diampunin gitu aja sama Allah, karena kesombongan aku terhadapNya begitu besar. Dan aku.... terlalu mencintai Dunia yang sebenernya nggak lebih besar dari sebutir pasir ditengah lautan.
Kalau aku lagi main komputer, Adzan itu seolah desau angin. Nggak kayak Ramadhan lalu dimana Adzan = Undangan. Kalau aku lagi blogwalking, main-main di Photoshop, ngetik puisi, atau main game, kewajiban aku untuk Shalat itu seolah nggak aku hiraukan lagi. Yang penting aku puas. Aku juga terlalu sombong, ya, sombong dihadapan Allah, sehingga Dia hanyalah sesuatu yang aku ingat di Selasa dan Jumat Ba'da Maghrib, waktu aku mengaji secara rutin. Selepasnya Dia hanyalah sesuatu yang aku anggap sebagai Tuhanku tapi jarang aku ingat, apalagi bersyukur dan menyebut namanya. Shalat Subuh cuma jadi ritual pagi yang melengkapi mandi dan gosok gigi, tanpa diserap maknanya. Shalat lain? Bolong. Beneran! Ini adalah posting yang jujur banget. Karena ini bulan Ramadhan lho. Oh iya, kecuali Shalat Maghrib di hari Selasa dan Jum'at karena momennya mau ngaji. Setahun kemarin aku hidup bagai human-android yang kerjaannya main, makan, *sori* berak, dan pacaran sama komputer. Udah.
Bahkan, momen-momen penting dalam hidup aku di Tahun ini banyak yang aku lewatkan sendiri tanpaNya. Aku masuk SMPN5 aja cuma sebentar aja inget padaNya. Yaitu pada detik-detik terakhir sebelum Uji Mutu Pendidikan. Sama saat pengumuman SMPN 5. Bahkan, pas orang tua aku gonjang-ganjing untuk kesekian kalinya ini, aku malah bersifat masa bodoh tanpa berdoa pada Allah. Berarti aku tipe penjilat yang "nyembah-kalau-ada-maunya-ajah"
Karena hal ini, aku bener-bener ngerasain yang namanya jadi manusia yang kosong.
Nggak ada isinya.
Berarti berapa banyak dong dosa yang aku tanggung? Walau aku secara sah belum baligh, tapi karena aku sudah bisa membedakan baik dan buruk, aku sudah harus menanggung dosaku. Atau setidaknya berlatih untuk menanggung dosa sendiri. Nanti, kalau sudah saatnya semua dosa itu ditanggung sama aku. Ouch. Api neraka yang menjilat-jilat bakal menunggu aku buat dilumat. Dan aku NGGAK MAU itu terjadi. Sedih banget memikirkan fakta bahwa dosa aku udah banyak dalam setahun. Kalau nanti numpuk selama 2 tahun? 3 tahun? Puluhan Tahun sampe Tua? Apa jadinya?
3. Untung vs. Rugi
Coba kita hitung. Kalau tidak ada Allah, akan lebih rugi mana dibandingkan dengan tidak ada komputer?
Kalau nggak ada Allah dan campur tangannya, mungkin diantara jutaan sperma yang berjuang masuk ke induk telur, sperma asalku keburu mati duluan dan yang lahir adalah seorang anak yang namanya Badru, bukan Aryo.
Kalau nggak ada Allah dan campur tangannya, mungkin aku dilahirkan menjadi anak yang cacat mental, fisik, dan imbesil.
Kalau nggak ada Allah dan campur tangannya, mungkin hidupku akan merana, terlunta-lunta tanpa rumah, makanan, dan pakaian yang layak.
Kalau nggak ada Allah dan campur tangannya, mungkin nggak ada para penemu komputer dan manusia masih terjebak dengan mesin tik sampai tahun 2100.
Sedangkan kalau aku kehilangan komputer, aku hanya kehilangan sebuah kotak multifungsi buatan manusia juga. Yang suatu saat bisa hang, crash, reboot, bahkan meledak. Kemasukan virus, atau overheat lalu meleleh. Walau komputer adalah benda yang paling hebat dan serbabisa dewasa ini, tapi tetep aja banyak banget kekurangannya.
Jauh BANGET, lebih jauh dari jarak jutaan galaksi ke galaksi lainnya, bahkan mungkin tak terhingga jauhnya, apabila komputer "diadukan" dengan Allah SWT. Allah membuat manusia dengan mudah, dan dengan mudah pula ia membinasakannya. APALAGI sebuah benda buatan manusia. Dalam sedetik saja Dia bisa menyebarkan virus yang menghilangkan peradaban komputer, SELAMANYA.
4. Kesimpulan.
Aku bodoh kan? Aku bodoh banget karena memilih "kotak ajaib" ini dibandingkan Allah. Begitu juga dengan JUTAAAN orang bodoh lainnya yang memilih selembar kertas lecek dengan tulisan ONE HUNDRED DOLLAR, atau sepotong gelar kecil di belakang nama, atau kursi prestisius di gedung dewan, bahkan, banyak dari kita yang lebih memilih untuk menyembah sekeping DVD berisi konten XXX dibandingkann Tuhan kita yang Maha Agung, Allah SWT?
Suatu kebodohan yang sangat bodoh. Bodoh kuadrat.
Sebenarnya tidak ada salahnya juga untuk mencintai sesuatu. Hobi kita. Barang Favorit kita. Pekerjaan kita. Keluarga kita. Pacar kita. Tapi jangan sampai kecintaan kita yang berlebihan itu mengalahkan kecintaan kita padaNya. Allah yang menghidupi kita. Memberi kita kesempatan untuk bernafas dan melihat dunia, juga memberi kita waktu lebih lama untuk mencintai apa yang kita cintai.
Jangan sampai kebahagiaan semu dunia merenggut kecintaan kita semua padaNya, seperti yang mereka lakukan padaku tahun lalu.
Bagiku, ini adalah perjalanan mencariNya.
Suatu usaha menepati janji untuk mengingatNya.
Suatu usaha untuk menjadikanNya cinta sejatiku diatas segalanya.
Suatu usaha pencarian Tuhan yang lama hilang.
Suatu usaha menetapkannya lagi sebagai Tuhanku yang Satu.
Aku ingin menemui Allah lagi, seperti tahun lalu.
Sebagai seorang hamba yang taat padaNya.
Dan rela berkorban untukNya.
Agar ku jadi seorang hamba.
Yang Dia cinta.
Ya Allah. tancapkanlah HidayahMu di hati kami pada Ramadhan ini.
Dan janganlah Engkau cabut kembali HidayahMu itu sesudahnya.
Semoga ya Allah, hati kami semua yang membaca tulisan ini menjadi terbuka lebar dan bersiap untuk menerima hidayahmu di Ramadhan ini. Siapkanlah hati kami ya Allah.
Lindungilah kami semua dari godaan-godaan setan, nikmat duniawi yang fana, dan tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus. Terangilah hati kami dengan sinar petunjukMu, seperti engkau menyinari dunia ini dengan sinar matahariMu, selama-lamanya.
Sekian saja renungan Ramadhannya. Moga-moga Allah selalu mengisi Hati kita. Membasahi relung-relung jiwa kita yang kering dengan nikmatnya. Dan kuharap, saat kita semua nanti ditanya oleh malaikat di alam sana, kita akan menjawab "Allah SWT" apabila ditanya Siapa Tuhanmu. Insyaallah.
Wabillahitaufik wal Hidayah,
Wassalamualaikum Wr. Wb.
begitu nampaknya,dik.